Selasa, 21 Januari 2014

Parenting adalah “jembatan” antara lembaga PAUD dan rumah


Oleh: Muh. Agus Sulaiman, S.Pd
Salah satu institusi yang sangat signifikan dalam pembentukan karakter anak  adalah keluarga. Dalam konteks ini mengoptimalkan peran orang tua dalam "tindak mendidik" adalah hal yang pertama dan utama untuk diperhatikan sungguh-sungguh bagi peningkatan kualitas karakter anak. Kasih sayang orang tua terhadap anaknya merupakan kodrati sesuatu hal yang tak tergantikan. Agama Islam banyak mengungkapakan arti penting keberadaan orang tua dalam membentuk karakter anak. Sedangkan undang undang sistem pendidikan nasional (UU SPN) no 20 tahun 2003 lebih mengatur proses pendidikan di lembaga sekolah, sehingga pendidikan karakter pun oleh penyelengara Negara ini di "titip" kan di lemabaga tersebut. Sejatinya pembentukan karakter anak atau siswa tidak bisa hanya mengandalkan lembaga persekolahan semata.  Kesehariannya anak didik berada sekitar 5-7 jam saja di sekolah, selebihnya mereka di "didik" oleh keluarga,  yang cukup signifikan mempengaruhi perkembangan pembentukan karakter anak atau siswa.
Masyarakat tradisional pada umumnya menitiberatkan pendidikan anak-anak pada lembaga sekolah saja. Padahal lembaga sekolah memiliki keterbatasan baik dari sisi efektivitas maupun efisiensi pendidikan, mengingat unsur-unsur yang ikut membentuk karakter anak terlalu banyak berada di luar persekolahan. Alhasil, seperti yang kita saksikan dan rasakan sendiri betapa mutu karakter bangsa belum sesuai harapan.  Salah satu bagian penting pembentukan karakter anak didik itu justru dari proses dan pola hubungan antara orang tua dan anak di dalam suatu keluarga. Kompetensi mendidik mesti dimiliki orang tua terutama sang ibu yang secara kodrati memang memilki sifat kasih sayang yang berguna dalam membentuk karakter putra-putrinya.

Salah satu yang dikembangkan BP-PAUDNI Reg. VI pada tahun 2013 adalah Program Parenting Melalui Pendekatan Tutor Kunjung yang telah dilaksanakan dan diuji cobakan di Dusun Bonara, Desa Sepa, Kab. Masohi, MalukuTengah. Gambaran masyarakat disana masih menjunnjung tinggi adat dan kebiasaan, misalkan dengan mengasingkan ibu hamil, dan tidak hanya ibu hamil saja bahkan anak perempuan yang baru pertama kali memasuki masa datang bulan juga diasingkan.
Dengan mengoptimalkan kerjasama melalui kegiatan yang saling melengkapi "simbiosis mutualistis" antara pihak lembaga PAUD dan keluarga (orang tua) yang dilakukan secara berkesinambungan dan menjadi agenda rutin. Pengejawantahan program ini tidak hanya untuk ibu dengan istilah "mothering" tetapi juga untuk ayah yakni "fathering" serta keduanya yaitu "parenting". Program "parenting" untuk para orang tua dapat dilakukan oleh lembaga dan dapat dimasukkan sebagai bagian dari kalender akademik PAUD dengan berbagai cara, salah satunya adalah kunjungan rumah Home Visited. Keberadaan tenaga pendidik PAUD perlu diberdayakan dan dimanfaatkan lebih maksimal untuk memfasilitasi terwujud nyatanya program-program tersebut semisal menjadi tutor kunjung.  Perlu pula dilakukan sosialisasi atau penyadaran kepada pihak terkait, yaitu khususunya orangtua wali murid bahwa program ini perlu dan penting diselenggarakan guna menjembatani ketimpangan yang terjadi tatkala pihak lembaga PAUD "sendirian bertugas" membentuk watak anak didik. Kita mencermati selama ini di sekolah-sekolah kegiatan mengajar mendominasi ketimbang "mendidik".
Berdasarkan hasil penelitian Masngudin HMS, diperoleh suatu kesimpulan bahwa vitalitas pendidikan keluarga yang dilakukan oleh orang tua memberikan pengaruh terhadap karakter anak. Keluarga yang represif (selalu memberikan hukuman) dan otoriter akan cenderung membentuk sifat yang keras, sehingga anak lebih berpotensi untuk ‘agresif’, atau sebaliknya bagi psikis mereka yang tidak kuat atas bentuk didikan orang tuanya akan menjadikan sifat ‘lembek’ atau lemah. Ini berbeda dengan bentuk preventif (pemberian nasehat dan pujian), bahkan pemberian kesempatan bagi anak untuk mencurahkan gagasannya. Anak akan terbentuk menjadi pribadi yang cenderung dapat menghargai orang lain, dan berbagai perilaku yang lebih jauh dari bentuk penyimpangan (Istikomah, 2011).
Orang tua yang bijak dalam meletakkan pondasi karakter terhadap anaknya juga harus kritis dan memiliki wawasan luas dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi sehingga apa yang diketahui oleh anaknya juga diketahui oleh orang tua. Orang tua yang meletakkan pondasi agama kepada anak akan mampu menciptakan filter bagi anak dalam memilah hal-hal yang baik. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang tua melalui keteladanan yang selalu tercermin dalam kehidupan keluarga. Hal ini didasari oleh pendapat Mulyasa (2011) bahwa pada dasarnya karakter itu akan terbentuk jika moral understanding (pemahaman akan kebaikan) diikuti dengan moral doing (terlatih untuk melakukan), di mana point kedua ini hanya dapat diperoleh anak melalui pembiasaan yang dilihatnya dari kedua orang tuanya.

Sabtu, 27 Juli 2013

Perlunya DIKLAT untuk meningkatkan kompetensi Pendidik PAUD melalui pendekatan budaya di Kabupaten Morotai

Oleh: Muhammad Agus Sulaiman
MOROTAI, 11-12 Desember 2012. Peningkatan kompetensi Pendidik PAUD dikawasan Indonesia Timur perlu digalakkan. PAUD saat ini menjadi dominan perhatian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan jargon menanamkan pendidikan karakter. Berlatar belakang kondisi bangsa ini yang penuh dengan kasus-kasus yang tidak enak didengar oleh dunia pendidikan, misalkan saja di Jakarta ada Tawuran antar pelajar yang sampai menewaskan temannya, hal ini membuat pendidik prihatin oleh keadaan peserta didknya seperti itu.  Mengingat pentingnya PAUD untuk menanamkan pondasi dasar anak usia dini untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya, didalamnya ada penanaman moral, budi pekerti,  saling menghormati, dan kasih sayang antar sesama. Masa depan bangsa ini
tergantung oleh anak didik yang saat ini di didik oleh pendidik PAUD. Singkat kesimpulannya adalah anak didik usia dini saat ini adalah tergantung kompetensi Pendidik PAUD saat ini, jika pendidik mempunyai kompetensi dalam mendidik anak usia dini maka ada harapan masa depan anak didik usia dini menjadi lebih baik.  
         Belum lagi ditambah banyaknya kasus korupsi yang kasusunya terus bergulir tidak menemukan ujungnya. Hal ini menandakan ada degradasi moral yang seharusnya ditanamkan oleh pendidik-pendidiknya di masa lalu belum menunjukkan signifikansi oleh keadaan banyaknya kasus yang meresahkan masyarakat saat ini.
             Pendidik saat ini tidak boleh orientasinya kepada mencari pengahsilan saja dari mendidik, sehingga terkesan orientasinya pada keuntungan finansial dari perolehan peserta didik yang jumlahnya sekian banyak maka sumbangsih dari orang tua wali murid dan dana bantuan sosial juga akan mengalir ke pendidik, itu bukan lagi pendidik namanya jika masih mempunyai orientasi kapitalisme. Yang seharusnya dilakukan jika memang seorang pendidik adalah benar-benar mendidik dan selalu meningkatkan kompetensinya, menjadi suri tauladan bagi anak didiknya, menanamkan kasih sayang kepada sesamanya, dan masih banyak lagi kearifan-kearifan yang harus di contoh oleh peserta didik dari pendidiknya.
            Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa masyarakat yang berfungsi sebagai pengendali dan tuntunan hidup bagi masyarakat. Maka dipandang penting oleh Pamong Belajar BP-PAUDNI Reg. VI Kelompok Kerja P2TK PAUDNI untuk menambahkan unsur kebudayaan dalam menanamkan pada anak usia dini  melalui Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bagi Pendidik PAUD dengan pendekatan budaya lokal. Dengan menanamkan pendekatan budaya kepada pendidik PAUD diharapkan nantinya pendidik PAUD dapat menanamkan nilai-nilai kearifan lokal kepada anak usia dini. Dengan menanamkan nilai-nilai kebudayaan tersebut diharapakn nanti muncul anak didik-anak didik yang mempunyai akhlak dan moral baik di mata masyarakat.
Hasil dari DIKLAT yang terselenggara oleh Balai Pengembangan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal melalui pengembangan uji coba model DIKLAT kelompok kerja P2TK PAUDNI memperoleh antusias yang cukup tinggi dari pendidik-pendidik PAUD di Kabupaten Pulau Morotai. Terbukti dari hasil FGD (Focus Group Discussion) yang telah diselenggarakan pada tanggal 11-12 Desember 2012 di Kantor Camat Daruba Kabupaten Pulau Morotai yang dihadiri oleh semua pendidik PAUD memberikan apresiasi kepada penyelenggara DIKLAT dan pihak-pihak yang juga mendudkung pelaksanaan DIKLAT. Hal ini dibuktikan dengan penyampaian kesan oleh salah satu peserta DIKLAT kepada penyelenggara DIKLAT ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya telah menyempatkan menyelengarakan DIKLAT pendidik PAUD di Kabupaten Pulau Morotai, karena hampir seluruh pendidik PAUD di Kabupaten Pulau Morotai tidak pernah mengikuti DIKLAT seperti yang diselenggarakan oleh BP-PAUDNI Reg. VI Papua. Maka menjadi kesan yang amat menggembirakan bagi pendidik PAUD sekaligus menjadi ajang penambahan pengetahuan tentang ke PAUD-an.
                Kegiatan POKJA P2TK BP-PAUDNI Reg. VI di Kabupaten Pulau Morotai kali ini adalah untuk menggali secara mendalam tentang hasil penerapan DIKLAT yang telah terselenggara terlebih dahulu oleh uji coba pertama model P2TK PAUDNI. Adalah FGD untuk forum yang digunakan untuk menggali informasi tentang penerapan penyelenggaraan PAUD pasca diadakan DIKLAT melalui pendekatan kebudayaan lokal di Morotai. Dari hasil penelusuran dalam penyelenggaraan FGD yang dilaksanakan selama 2 hari, POKJA P2TK BP-PAUDNI  memperoleh data yang signifikan dari para pendidik PAUD di Kabupaten Pulau Morotai. Hal tersebut ditandai oleh keteraturan manajemen pendidik PAUD dalam menyelenggarakan PAUD, mengetahui bagaimana menyusun Perencanaan Persiapan Pembelajaran, Satuan Kegiatan Mingguan, Satuan Kegiatan Harian dan PERMENDIKNAS No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
            Adapun yang didiskusikan selama FGD dua hari di Kabupaten Pulau Morotai adalah Konsep PAUD yaitu: PERMENDIKNAS No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, membuat kegiatan dalam Satuan Kegiatan Harian, Satuan Kegiatan Mingguan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan identifikasi kebutuhan pembelajaran pendidikan anak usia dini. Dari Sub-Materi dari Konsep PAUD yang menjadi perhatian peserta FGD adalah masih kesulitan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang akan diterapkan di Lembaga PAUD, maka diadakan perlunya diskusi yang lebih mendalam lagi untuk mencari tahu masalah ini, yaitu dengan cara mengulas kembali materi DIKLAT yang telah lalu tentang Konsep PAUD materi pembuatan SKH,SKM, dan RPP.
             Hasil FGD dari materi Kebudayaan yang telah di DIKLAT-kan oleh peserta FGD kesemuanya dianggap relevan untuk diterapkan di lembaga PAUD Kabupaten Pulau Morotai. Respon dari Pendidik PAUD sangatlah bagus untuk diterapkan di Lembaga PAUD. Adapun Materi Kebudayaan yang di DIKLAT-kan adalah : 1. Tari-Tarian adat Maluku Utara, 2. Pakaian adat Maluku Utara, 3. Permainan Lokal adat Maluku Utara, 4. Legenda Danau Tolire Ternate, dan 5. Alat Musik adat Maluku Utara.
             Harapan besar bagi pendidik PAUD di kabupaten Pulau Morotai setealh diadakannya DIKLAT sekaligus FGD ini dapat memecah kebuntuan dari kebutuhan akan peningkatan kompetensi sebagai sarana mengaktualisasikan diri bagi seorang pendidik PAUD. Dan yang paling penting adalah dari pelaksanaan DIKLAT dan FGD ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pendidik PAUD khususnya dalam menanamkan nilai-nilai kearifan lokal kepada anak usia dini.
Penulis adalah Pamong Belajar BP-PAUDNI Regional VI Sentani Papua